Sabtu, 14 Juli 2012

“Ketika Sakaratul Maut Menghampiri”


“Ketika Sakaratul Maut Menghampiri”

Surabaya, 14 June2012

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ^_^
Kajian Rutin Pagi Hari (KRPH) @ Masjid Mardliyah UGM
Oleh : Ustad Syatori Abrdurrouf

[ Jelajah Hati  “Ketika Sakaratul Maut Menghampiri” ]
Mencintai hidup dengan menghidupkan cinta.
“ Ya Allah, hidupkan kami dengan cinta, dengan tidak Kau biarkan kami mencintai hidup…”.
Hidup dalam cinta, hanya ada di hati insan yang tidak lagi memiliki cinta dalam hidup, selain cinta kepada Dia Yang Maha Hidup.
Pesan : “ Jangan mengharapkan cinta dari orang – orang yang amat sangat mencintai hidup.”
Karena cinta terhadap hidup adalah padang tandus yang membuat pohon – pohon cinta meranggas, kering, dan akhirnya mati.
“Apakah kita tergolong orang – orang yang masih mencintai hidup?”
Inginkah kita memperoleh husnul khatimah?
Buktikan kalau kita benar – benar ingin husnul khatimah.
Maukah kita mati sekarang?
Kalau kita benar – benar menginginkan husnul khatimah, dari dalam hati, tidak akan memandang waktu kematian itu kapan datangnya.
Cinta hakiki hanya akan mengaliri setiap hati yang selalu basah oleh cinta kepada mati…..
Pertanyaan untuk kita : “ Sudakah cinta terhadap mati membasahi hati kita?”
Siapakah yang harus kita cintai dalam hidup ini?
“yang jauh dengan kita ataukah yang dekat dengan kita?”
Lalu, apakah yang paling dekat dengan kita?
kepastian ataukah kemungkinan? ß
Kalau pasti, apa yang paling pasti dalam hidup kita?
Pernyataan 1: Esok, kita pasti hidup, tapi mungkin saja mati.
Pernyataan 2: Esok, kita pasti mati, tapi mungkin saja hidup.
Ternyata…jarak kita dengan mati jauh lebih dekat dari pada jarak kita dengan hidup.
Lantas kenapa kita belum juga mencintai mati?
Apa yang selama ini kita perbuat baru merupakan gema dari suara LISAN, belum merupakan gema dari suara HATI.

MENJEMPUT KEMATIAN DI BATAS KEHIDUPAN
Perjalanan menuju KUBUR.
Ketika nafas terakhir sampai tenggorokan,
Tiada yang dapat menghapus ketakutan meninggalkan dunia,
Kecuali kesiapan kita.
Ketika tiada lagi kuasa atas raga,
Sadarlah bahwa satu – satunya penyelamat kita adalah amal kita.
“Setiap yang bernyawa pasti akan mati.”
Ada 2 macam kematian :
Husnul khatimah
Suul khatimah

(1). Husnul Khatimah
à adalah mata air bening yang mengalir menuju muara hakiki kehidupan, yaitu : Allah Azza wa jalla
“husnul khatimah itu tidak bisa instant, tapi butuh proses dan perjuangan yang panjang….”
:: Belajar dari mata air, ada 3 langkah menuju husnul khatimah:
Memulai segala aktifitas dengan “KEJERNIHAN”
seperti air yang mengalir petama adalah air yang jernih.
Itulah mengapa, islam mensyari’atkan niat di awal aktifitas kita.
Terus bergerak tiada henti, menuju muara hidup yang hakiki, yaitu Allah Azza wa jalla.
Seperti air dari muara / sumbernya yang kan terus mengalir.
Pantang menyerah menghadapi “KENYATAAN” hidup,sepahit apapun, terus berjalan menapaki garis takdir tanpa “MENGELUH”.
Seperti sungai yang berliku, bekelok – kelok.

(2). Suul Khatimah
berarti melepaskan ajal secara hina penuh nestapa.
“Bagai seekor kambing yang dikuliti dalam keadaan masih hidup.”
“Seperti tubuh yang dililiti kawat berduri, kemudian ujungnya ditarik.”
Musibah suul khatimah terjadi karena manusia membiarkan hdiupnya diselubungi oleh gumpalan  awan hitam dalam masa yang panjang.
:: QS. Al Hadid[57]:16
AGAR CINTA MATI MENGALIRI HATI
Mati adalah keindahan.
Kematian adalah peristiwa tersibaknya tirai penutup yang selama ini menghalangi syaa untuk bisa melihat keindahan hakiki alam sesudah mati.
Jangan biarkan  pintu hati kita terbuka utnuk dimasuki kesenangan dunia.
Karena dunia tidak akan bisa membahagiakan kita. Harta, misalnya. Dia tidak akan bisa membahagiakan hati kita, mungkin bahagia, tapi nafsu kita. Hati kita akan bahagia ketika harta itu kita sedekahkan.
Jangan banyak berkhayal.
Menggantungkan diri pada pucuk harapan dunia yang belum tentu mekar menjadi kuncup keindahan.
Berusahalah untuk tersenyum (membayangkan keindahan yang tak terperikan) setiap mendengar kata MATI.
Milikilah persepsi benar tentang mati.
Merenungkan pedihnya kematian yang datang secara tiba – tiba.
Mengenang beratnya saat – saat sakaratul maut.
Mengingat gelapnya alam kubur.
Merenungkan dasyatnya prahara di hari pembalasan.
“ Akhir yang baik, husnul khatimah, insya Allah”
Keep istiqamah ya !!!
Semoga bermanfaat….
Menjadikan kita cinta akan kematian….menjemputnya, dan menyiapkannya..serta perbekalan untuk perjalanan setelahnya. ^_^
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ^_^

Menata Perasaan


Menata Perasaan




Perasaan Adalah Sumber Tenaga Jiwa.

Cara seseorang merasa, secara kumulatif, akan membentuk keadaan emosi dirinya. Dari emosi ini pula seseorang akan menemukan sumber tenaga jiwa berupa kemauan dan tekad, dimana keduanya sangat dibutuhkan untuk bertindak/berbuat.
Jika pikiran adalah akar karakter, maka perasaan adalah batangnya; dan  di sinilah kekuatan dan kelemahan karakter seseorang ditentukan. Orang yang bisa merasa secara kuat cenderung akan memiliki karakter yang kuat, demikian pula sebaliknya.  Dari perasaan ini pula akan lahir satu dari dua kepribadian; berkepribadian kuat atau berkepribadian lemah.
Awalnya cara kita merasakan sesuatu akan menentukan kuat-lemahnya dorongan jiwa untuk berbuat atau tidak berbuat. Warna perasaan kita sesungguhnya adalah cermin bagi jenis perbuatan kita. Dalam kata lain perbuatan kita akan sangat dipengaruhi oleh perasaan kita. Senyum kita saat jengkel tentu berbeda dengan senyum saat bahagia, demikian pula dengan sorot mata, kata-kata dan gerakan tubuh lainnya Demikian pula dengan tindakan yang harmonis hanya akan mungkin lahir dari warna-warna perasaan yang juga harmonis.
Dari perasaan ini pula lahir kemauan yang kemudian berkembang menjadi tekad. Karena itu sebagian orang mengatakan kalau perasaan adalah jembatan, yang di atasnya pikiran kita berjalan menuju tindakan. Ketika jembatan itu lemah, maka seluruh pikiran kita, sejenial dan serasional apapun, hanya akan menjadi mimpi bahkan hayalan belaka. Kalau pun pikiran tersebut dipaksakan berjalan di atas jembatan perasaan kita yang lemah maka ia hanya akan menghancurkan perasaan kita belaka dan menjerumuskannya dalam jurang kekecewaan dan kecemasan. Akibatnya kitapun terkadang harus membayar mahal dengan kehilangan efesiensi dan efektifitas dalam hidup ini.

Delapan Langkah Menata Perasaan.

Langkah-langkah aplikatif untuk memperbaiki cara kita merasa dapat dirumuskan secara sederhana dalam rumus berikut :


Taujih + Taqwiyah + Muraqabah + Doa = Terapi Perasaan





Taujih bermakna  seluruh perasaan kita harus diberi arah yang jelas, yaitu arah yang akan menentukan motifnya. Misalnya mengapa saya harus gembira atau sedih, mengapa saya benci atau cinta, mengapa saya takut atau berani, dan seterusnya  ? Setiap perasaan kita tersebut haruslah punya alasan yang jujur dan lurus. Jujurnya perasaan kita ada pada ketergantungannya yang tiada terbatas kepada Sang Pencipta perasaan, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Sementara lurusnya perasaan kita ada pada tujuannya, yaitu Ridha Alloh semata.

Karena itu apapun perasaan yang ada pada diri kita, ia harus mengalir dari mata air yang bening, yaitu mata hati yang tajam lagi bersih dari segala macam kotoran, setelah itu kita jaga agar ia terus mengalir bening menuju muara hakikinya yaitu Samudera Rahman Rahim dan Ridha-Nya.
Taqwiyah berarti kita harus menemukan sejumlah sumber tertentu yang akan menguatkan perasaan tersebut, sehingga dia berubah bagaikan air bah yang sulit dibendung oleh bisikan syetan dan godaan nafsu serta rintangan atau bahkan ancaman manusia. Derasnya aliran perasaan inipun akan mempercepat sampainya perasaan tersebut ke muara hakikinya, yaitu Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Sumber penguat perasaan tersebut tiada lain adalah ma’rifah dan keyakinan kita kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Muraqabah berarti mewaspadai seluruh perasaan yang mengalir dari diri kita; dari mana dia mengalir dan kemana tujuannya. Kontrol ini bisa dilakukan dengan terus menerus kita mengevaluasi sumber perasaan tersebut, yaitu hati; apakah ia dalam keadaan bersih atau kotor. Dari hati yang bersih pasti akan mengalir perasaan yang bersih, sebaliknya dari hati yang kotor pasti akan mengalir pula perasaan yang kotor. Bersihnya perasaan ini kita kendalikan terus sampai ia melabuhkan dirinya di ujung akhir perasaan yaitu Ridha Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Doa bermakna mengharapkan adanya dorongan Ilahiyah yang bermanfaat membantu semua proses pengarahan penguatan dan pengendalian perasaan kita.
Selanjutnya rumusan di atas kita jabarkan lebih jauh dalam delapan langkah berikut :
Langkah I :
Berusaha menghadirkan Alloh dalam seluruh kesadaran kita (lihat. Surat Al Mujadalah ayat 7) , dan kita merasakan serta meyakini bahwa kitalah yang paling bertanggung jawab di hadapan Alloh Ta’ala atas diri kita sendiri (lihat surat Al Isra ayat 36 dan surat Al An’am ayat 164). Perasaan dan keyakinan akan adanya kontrol Alloh secara langsung atas diri kita akan membuat  kita mampu menemukan satu kekuatan”tertentu” yang membuat kita mampu mengendalikan diri dalam melawan dan menundukkan dorongan-dorongan berperasaan rendah lagi hina, seperti cinta dunia, benci kepada saudara sendiri, malas beribadah, malu beramal baik dan lain sebagainya, diganti perasaan-perasaan mulia lagi terpuji.
Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman :

قل إني أخاف إن عصيت ربي عذاب يوم عظيم

Katakanlah : “Sesungguhnya aku takut akan adzab hari yang agung (hari kiamat), jika aku mendurhakai Rabb-ku.” (Surat Al An’am : 15)

Langkah II :

Menguatkan kerinduan untuk bertemu Alloh di tempat tertinggi dalam surga. Kerinduan yang kuat kepada Alloh  akan memudahkan kita mengarahkan perasaan kita mengalir secara konsisten menuju Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Kerinduan kepada Alloh ini pun bisa kita pupuk dengan mengenali (ma’rifah) Alloh lebih utuh dan mendalam, serta mengenyahkan segala perintang rindu kepada-Nya, yaitu dunia dengan segala gemerlap uthopianya.

Langkah III :
Mempertajam mata hati kita, agar kita dapat menangkap/merasakan setiap gejala dosa sejak dini. Jika kita sensitive dengan dosa, maka kita akan menemukan sifat rasional dari seluruh perasaan kita. Tajamnya mata hati bisa diraih dengan menetesi  hati secara terus menerus dengan kebeningan dzikir dan kelembutan tilawah Al Qur’an, juga qiyamullail di keheningan sepertiga malam yang terakhir. Juga menjaga hati dari segala yang mengotori dan “menyakiti” hati.
Langkah IV :
Tenang ! Itulah yang harus kita usahakan melekat dalam diri kita dalam segala situasi kejiwaan dan peristiwa kehidupan, selalu diam (tidak berbicara kecuali sangat penting), mampu menahan marah dan tidak mengharap atau terpengaruh oleh komentar dan perhatian orang lain. Sebab orientasi kita adalah kebenaran, bukan pengakuan.

Langkah V :
Kuatkan daya tahan kita terhadap berbagai bentuk tekanan hidup dan perubahan lingkungan social, ekonomi, politik, juga kehidupan secara umum. Untuk itu kita harus belajar menunda kebutuhan sesaat kita, khususnya yang bersifat biologis. Lakukanlah puasa dan jangan pernah berhenti bertawakal kepada Alloh juga berpasrah diri (tafwidh) kepada-Nya.

Langkah VI :
Belajar mencintai orang lain dengan cara yang kuat, lurus dan jujur. Karena perasaan cinta adalah perasaan asasi dan inti yang dimiliki manusia. Dia adalah lokomotif yang menarik seluruh gerbong perasaan manusia. Kemana manusia akan membawa perasaannya, sangat tergantung kemana ia membawa perasaan cintanya. Cinta yang kuat, lurus dan benar  adalah modal untuk menguatkan, meluruskan dan “membenarkan” seluruh perasaan manusia Untuk semua ini kita harus belajar memperhatikan, memberi dan berkehendak baik kepada siapapun, semata-mata karena Alloh.

Langkah VII :
Berusaha mempertahankan kegembiraan dan kelapangan jiwa  kita setiap saat, juga keceriaan wajah kita. Kita gunakan bahasa yang terbaik dalam komunikasi kita dengan siapapun sembari berusaha memahami orang lain lebih banyak lagi.
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kau meremehkan kebaikan, walaupun itu dalam bentuk kau bertemu saudaramu dengan wajah yang cerah ceria.”

Langkah VIII :
Menghindari diri dari kekosongan dan kehampaan. Jangan sampai akal kita kosong dari aktifitas ilmiyah, jiwa kita kosong dari aktivitas ubudiyah (penghambaan) dan fisik kita kosong dari perilaku baik (tidak sia-sia). Membiarkan diri dalam keadaan hampa sama dengan membuka pintu bagi syetan untuk masuk secara bebas.
Ya Alloh, karuniakanlah kepada kami indahnya memiliki perasaan. Tuntun dan bimbinglah perasaan kami ya Alloh menuju ketenangan dan kebahagiaan abadi di surga-Mu. Jagalah diri kami dari perasaan-perasaan yang rendah lagi hina, yang membuat kami letih dan lelah untuk berjalan mendekatkan diri kepada-Mu.